Bagian I
DALAM PERSPEKTIF DUNIA PENDIDIKAN
Beragam dinamika didalam masyarakat terasa begitu nyata hadir dalam kehidupan sehari-hari bermasyarakat. Hal ini dinilai telah menimbulkan keresahan dan ketidaknyamanan masyarakat Bolaang Mongondow serta berpotensi mengganggu dan mencederai kondusifitas masyarakat yang sebenarnya sudah baik. Karenanya, prinsip saling menghargai dan saling menjaga harus dikedepankan bersama diwilayah adat Bolmong Raya.
Ketika kita berbicara Bolaang Mongondow, maka kita sedang membicarakan empat entitas etnis dan budaya diseluruh tanah Totabuan, yakni; Kaidipang dan Bintauna, (keduanya di Kabupaten Bolmong Utara), Bolango dibagian barat Kabupaten Bolmong Selatan dan Mongondow yang meliputi Kabupaten Bolaang Mongondow induk, Bolaang Mongondow Timu, Kota Kotamobagu dan Kecamatan Pinolosian Kabupaten Bolmong Selatan yang terbentang didaratan seluas 54% dari luas provinsi Sulawesi Utara. Oleh karena itu dalam konteks penyebutan Bolmong, Bolmong raya, BMR atau Bolaang Mongondow maka kita sedang berbicara dalam ruang lingkup dimaksud.
Kita masyarakat Bolmong Raya harus jujur bahwa saat ini kita gampang diadu domba, dicabik-cabik, gampang ditiupkan isu SARA dan pelbagai dinamika sosial lainya. Dan kita sudah 75 tahun merdeka, masih memiliki sifat yang Re-aktif, terhadap hal yang kita anggap beraroma SARA, padahal tidak semua persoalan yang muncul menjadi penganggu atau mempreteli persoalan marwah adat budaya kita. Contoh yang terakhir soal pergantian Logo Polda Sulut, yang sebenarnya tidak ada yang perlu kita persoalkan karena itu hanya soal kulit, sementara soal isi kita tak pernah terusik, contohnya penempatan putra-putri daerah dalam pembentukan empat Polres diwilayah adat BMR, makin tingginya masyarakat adat yang jadi tamu dirumahnya sendiri, kepemilikan tanah yang makin hilang dimasyarakat adat itu semua yang jadi Bom waktu yang seharusnya jadi titik perjuangan kita.
Salah satu sahabat terbaik Rasulullah Alli Bin Abi Thalib ketika ditanya Rasulullah, “Alli, apabila anda disuruh memilih harta atau ilmu apakah yang anda pilih?, dengan mantab Allie menjawab Ilmu. Kenapa penting ilmu dibandingan harta? Karena harta kita yang menjaga sementara ilmu menjaga kita, harta apabilah diberikan keorang lain makin berkurang sedangkan ilmu apabila diberikan keorang lain dia bertambah.
Oleh karena itu kaitanya dengan topik yang saya sampaikan hari ini kita akan berbicara bagaimana cara kita mempertahankan marwah adat dan budaya Bolaang Mongondow dari sisi pendidikan. Kenapa pendidikan terlebih dahulu karena inilah akar pokok persoalan kita jika ingin mengurai lebih panjang dan luas soal eksistensi kita ditengah globalisasi dan lebih kecil lagi skop regionalisasi bahkan provinsi.
Pertama, ajak para pelajar di Bolaang Mongondow Raya untuk mengenali adat budaya didaerah masing-masing, dengan mengenal budaya, pahami apa saja adat budaya yang diwariskan oleh nenek moyang maka akan lebih mudah untuk melestarikan adat budaya. Ada beberapa cara untuk mengenali adat budaya, cari tahu tentang adat budaya yang kita miliki, mengikuti kegiatan adat budaya, dan bergabung dalam komunitas.
Kedua, ajarkan adat budaya kepada orang lain, setelah mengenal betul adat budaya yang kita miliki, mulai dari sejarahnya sampai bermacam kebudayaan yang lahir dari adat budaya tersebut. Ada beberapa pilihan yang bisa dilakukan. Mengajar dilingkungan sekitar kita berdomisili di BMR ini, dengan membuka kelas khusus adat budaya. Sebaiknya siswa yang tergabung adalah anak-anak dan remaja. Kerjasama dapat dilakukan dengan para penggiat adat budaya yang sudah ada, sehingga lebih banyak lagi potensi yang bisa dimaksimalkan.
Galang anak-anak dan remaja ini, karena merekalah estafet transformasi kebudayaan. Saat kegiatan belajar mengajar (KBM) disekolah, berikan muatan budaya belajar sesuai dengan mata pelajaran yang diampu. Disamping memang sebagai pengajar disekolah bahkan kampus, lakukan kegiatan esktra kurikuler disaat pembelajaran disekolah usai.
Kenalkan siswa dan mahasiswa dengan adat budaya seperti, teater, musik, seni lukis dan lain sebagainya. Wujudkan prilaku adat budaya disekolah yang bersifat kongkrit seperti, perilaku belajar, ungkapan, bahasa dalam belajar, hasil belajar berupa material. Dengan lebih menonjolkan model behavioristik yang lebih menitik beratkan aspek afektif dari pelajar, supaya generasi penerus bangsa mewarisi budaya-budaya BMR yang ramah dan berakhlak mulia.
Ketiga, memperkenalkan budaya ke Luar BMR, dengan tekhnolgi saat ini tak terlalu sulit, motivasi pelajar disekolah atau mahasiswa untuk melakukannya, tentunya dengan bimbingan dan arahan dari guru disekolah masing-masing. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu, memposting kesenian lokal dimedia sosial. Jadikan media sosial sebagai sarana untuk memperkenalkan budaya bangsa dengan hal-hal yang positif.
Akan sangat baik jika mendeskripsikannya disertai foto, video, ini merupakan salah satu bentuk upaya pelestarian adat budaya yang ada, mengenakan produk budaya lokal diLuar Negeri, misalnya kain sikayu, kerajinan khas daerah, ikat kepala, oleh-oleh khas daerah dan lain sebagainya.
Keempat , tidak terpengaruh budaya asing/luar BMR, sampaikan kepada pelajar disekolah (didahului dari diri sendiri) agar jangan mudah terpengaruh budaya asing. Dalam era globalisasi ini budaya asing sangatlah mudah masuk kedalam kehidupan masyarakat BMR. Dengan asumsi bahwa budaya asing tersebut lebih modern, gaul dan tidak kampungan, banyak masyarakat BMR yang telah meninggalkan budaya lokal mereka sendiri.
Harus memiliki prinsip, agar budaya lokal tidak punah, antara lain dengan melakukan, pelajar harus menjadikan budaya lokal sebagai identitas, bangga terhadap budaya sendiri yang dimiliki dengan berbagai kelebihannya yang tidak dimiliki oleh daerah lain, pendidik melakukan penyampaian secara berkesninambungan kepada pelajar, agar harus dapat memilah kebudayaan luar. Tak semua budaya luar itu jelek, juga tak semua “kebiasaan” lokal itu baik.
Dewasa ini kita di Bolmong Raya sedang menghadapi gejala krisis identitas dan krisis kepribadian atau karakter. Krisis identitas dan kepribadian itu tercermin dihampir seluruh bidang dan lapisan dalam kehidupan masyarakat. Gejala krisis tidak hanya tercermin dalam kepribadian orang per orang, tetapi juga tercermin dalam identitas budaya kelompok, identitas pelbagai kestempat/komunitas.
Krisis adat dan kebudayaan ini semakin tergerus seiring dengan gelombang keterbukaan yang sangat luas disegala bidang. Tentunya harus ada terobosan dari pemerintah se Bolmong Raya agar “serius” dalam menangkal krisis ini, peran dan keikut sertaan lambaga adat / Tokoh adat di empat eks swapradja serta seluruh komponen di BMR sangat diharapkan, mulai dari sekarang, jangan menunggu nanti, berbuatlah jika tak ingin di ”kenang” pernah memiliki adat budaya, namun telah punah. Wallahu alam bisahwab.